Siang ini cuaca Kota Padang, Sumatera Barat cukup menyengat kulit, disebabkan dalam beberapa minggu ini cuaca dalam masa transisi atau pancaroba.
Pancaroba adalah masa peralihan antara dua musim utama di daerah iklim muson, yaitu antara musim penghujan dan musim kemarau (biasa terjadi pada bulan Maret dan April). Masa pancaroba biasa ditandai dengan tingginya frekuensi badai, hujan sangat deras disertai guruh, serta angin yang bertiup kencang. Pada masa pancaroba biasanya frekuensi orang yang menderita penyakit saluran pernapasan atas, seperti pilek atau batuk, relatif meningkat. Perubahan cuaca ini tentunya juga ditandai dengan peralihan musim buah-buahan seperti rambutan, manggis, dan bahkan durian.
Hhhmmm,, seperti biasa setiap jam 4 pagi jam di sudut kanan ranjangku dengan setia mengeluarkan suara merdunya..kringg….kringg…kringgg, bunyi ini pertanda bahwa aku harus segera bangun dan memulai ativitas. Biasanya peralihan waktu antara pukul 4 ke pukul 6 pagi tidak terlalu terasa bagiku, karena begitu runtutnya aktivitas yang biasanya aku jalani.
Pagi ini adalah hari Sabtu, hari yang aku tunggu, begitu tergesa-gesanya aku ketika melirik alrojiku sudah menunjukkan tepat pukul setengah sembilan pagi, bagaimana tidak, pukul 9 adalah janji yang telah aku ucapkan untuk menemui seseorang di sebuah sudut kecil di kota ini. Aku memutuskan berangkat menggunakan angkot yang biasa aku gunakan ketika berpergian. Memang menggunakan transportasi umum ini jauh lebih menyenangkan bagiku ketimbang harus mengendari sepeda motor yang beberapa hari ini mulai akrab denganku.
**Hai rasanya aku kenal deh,,, suara itu begitu jelas terdengar dari arah sampingku. Spontan aku melirik kearah suara itu. Seorang wanita yang menggenakan pashmina bewarna orange bercak hitam begitu luwes memberikan senyumannya kepada ku. Spontan aku berbalik arah dan menyapa, haiiii miraaa,, apa kabar? Subhanallah kita bertemu disini, sahutku. Hhmmm... benar-benar pertemuan yang tak terduga. Tepatnya 7 tahun yang lalu, saat kami masih bersama-sama menjalankan aktivitas sebagai seorang siswa Madrasah Tsanawiyah Model di kota ini. Dan hari ini 7 tahun telah berlalu, namun serasa baru kemaren terjadi. (hohoho memang waktu begitu cepat berlalu).
**Kami pun terlibat pembicaraan hebat dan seolah kami merasa hanya berdua saja di atas angkot tersebut. Mau kemana Mir?? Kerja dimana sekarang?? Apa masih tinggal di tempat yang lama??, tentunya pertanyaan aku ini terlalu buru-buru,, tapi entahlah mungkin karena sudah terlalu lama kami tidak berjumpa. Dengan wajah ayu nya yang tenang (masih seperti terakhir kali aku melihatnya) dia menjawab, Aku mau ke rumah mertuaku, Aku sekarang jadi ibu dari 2 orang putra, dan Aku tinggal bersama dengan keluarga suamiku, jawaban yang diberikan dengan penuh ketenangan tentu membuat aku terdiam sejenak, karena dalam pikiranku agak sedikit berbeda dengan apa yang disampaikannya. Haaiii bagaimana denganmu,, mau kemana??? Kami saling bertatapan dan tersenyum. Ya aku mau bertemu teman, ya teman lama, teman waktu kuliah dulu. Jawaban singkat yang aku berikan seolah begitu dipahaminya dengan penuh senyuman. Pembicaraan kami pun mengalir, begitu tenang dan begitu runtut mengenang masa 7 tahun silam. Pada akhirnya pembicaraan kami terhenti karena kami punya tujuan dan arah yang berbeda.
**Kiriii Da!! Serangkai kata yang biasa digunakan untuk memberhentikan angkutan umum di kota ku. Aku sudah sampai di tempat tujuan dan memutuskan langsung masuk ke sebuah kafe di seberang jalan, sebuah tempat yang telah kami sepakati untuk bertemu. Sedikit grogi tentunya karena kami telah berpisah setelah sama-sama menyelesaikan studi di salah satu perguruan tinggi di kota ini. Sebut saja nama sahabat aku itu, Lusi, dan hari ini kami akan bertemu.
**Tanpa aba-aba seorang wanita muda dengan menggunakan seragam menghampiriku dengan membawa selembar kertas bertuliskan “menu special”,, tentunya menuku masih sama ketika mendatangi kafe ini beberapa waktu yang lalu, karena begitu pas dengan lidahku. Seperti biasa nasi goreng spesial khas kafe ini menjadi pilihanku untuk bersantap siang. Aku mencoba menelisik isi tas untuk mengambil handphone dan bermaksud untuk mengirimkan pesan singkat. Namun belum selesai aku mengetik pesan singkat tersebut, suara yang sangat akrab di telingaku mengalun menyebutkan sebuah nama kecil panggilanku,,,,,,. Aku sontak berdiri berbalik arah dan spontan merentangkan tangan untuk merangkulnya. Tentu sebuah bahasa pelukan pertanda bahwa kami masih saling merinduuu…..
**Sudah dari tadi ya,, maaf agak macet menjelang ke sini, Lusi mencoba berapologi. Gak kok, baru juga nyampe, sahutku. Ini adalah kalimat pembuka pertemuan kami hari ini. Mau pesan apa? sapaku. Menu biasa dong say,, Lusi tersenyum dengan kerlingan centil khasnya. Tanpa kami sadari wanita muda berseragam tadi pun sudah berada kembali di dekat kami dan dengan sigap mencatat apa yang kami pesan.
Enaknya kita ngumpul bareng-barengkan!! aku berusaha mencairkan suasana. Ya benar tu! Lusi menjawab dengan kalem. Ya,, tapi mau gimana sekarang teman-teman dah pada sibuk dengan kegiatan masing-masing,, sahutku. Ya,, tapi aku masih bersyukur hari ini bisa bertemu kamu. Oh ya katanya sekarang tinggal di ibu kota ya? gimana enak gak disana? sapaku. Ya lumayanlah, namanya juga tinggal di kota besar, ya gituhh. Mang di sana tinggal sama orang tua ya? Gak lah say aku tinggal sama saudara,, tepatnya kakak dari ibuku. Pembicaraan kami terus mengalir dan sesekali diselangi dengan canda tawa.
Dan di sela canda tawa itu,,,
Say??Aku bulan depan insyaallah akan menikah. Kalimat yang terlontar dari lidah Lusi sedikit mengagetkanku. Apa? Kamu serius?? Selamat ya, nikah Sama siapa tuuu?? Cieeeee...
Ya,, tepatnya tiga minggu yang lalu aku dikenalkan dengan teman kantor adik sepupu ibuku, dia sengaja datang kerumah untuk berkenalan denganku,, Lusi mencoba menjelaskan.
Trus?? orangnya ganteng,,gak??? sahutku sambil memasang wajah penasaran. Ganteng dong, kata tanteku dia mirip salah satu artis ibu kota,,hahaha….(kami pun tertawa lepas).
Apa kamu sudah yakin?? Pertanyaan spontan yang mengalir dariku membuat sahabatku terdiam, diam yang sama seperti dulu, ketika dia bingung dalam melakukan sesuatu. Entahlah tapi mungkin ini hanya perasaan ku saja. Maaf say!! Aku mencoba meminta maaf.
Hhmm,, aku memang belum yakin,, tapi berusaha menyakinkan diri (kami pun sama-sama terdiam).
Akupun bingung,, apakah pertanyaan tadi menyinggung perasaannya, aku mengulangi lagi kata maafku. Maaf sayyy,, aku tadi tidak bermaksud apa-apa. Kamu ini gimana, kita sudah berteman lebih dari lima tahun, aku sudah mengganggap kamu seperti saudara sendiri. Ya, tapi aku gak enak jadinya, sahutku. Sudahlah toh,,, kata orang cinta bisa datang belakangan yang penting dijalankan sebaik mungkin. Hhmm,, ya deh aku doakan semoga pilihanmu adalah yang terbaik bagi dirimu, agamamu, keluargamu, dan lingkunganmu. :)
#Kumandang muazin terdengar begitu jelas di sudut jalan, sedikit mencairkan kebekuan pembicaraan kami tadi. Kita shalat dimana?? Lusi membuka suara. Bagaimana kalau di masjid seberang jalan sana, kan tidak terlalu jauh dari sini, kataku. Ayoklah!!
##Kami pun memutuskan untuk shalat berjamaah. Selesai shalat kami sengaja untuk tidak terburu-buru keluar masjid. Hmm.. seperti kebiasan lama ketika masih duduk di bangku kuliah, sehabis shalat zhuhur berjamaah di masjid kampus kami tentu tak lupa untuk beristirahat sambil membaringkan badan, berceloteh tentang apa saja.
Sayyy?! tau gak aku masih bingung. Bingung kenapa, Lusi? jawabku. Bingung dengan apa yang akan aku jalankan setelah ini. Dulu aku bercita-cita mempunyai karir yang bagus, berpenghasilan tetap, dan tentunya yang paling penting menikah dengan orang yang aku kenal dan aku cintai, bukan dengan orang yang baru aku kenal dan tidak aku cintai. Nada suara Lusi semakin tendengar lirih.
Aku terdiam cukup lama mendengarkan sepenggal kalimat terakhir yang keluar dari mulut sahabat yang telah aku anggap seperti saudara itu, tapi aku berusaha merangkai kata supaya apa yang aku ucapakan tidak menyinggung perasaannya. Lalu kenapa kamu memutuskan untuk menikah dengannya??? Aku mencoba bertanya lebih hati-hati. Aku gadis biasa, dengan pendidikan yang biasa, punya keluarga dari keluarga yang sederhana, Lusi menjelaskan. Lalu Apa hubungannya sayyy,.? sahutku. Ya,, kalau aku menikah dengannya tentu aku tidak harus memikirkan kerasnya kehidupan dan derasnya gelombang kehidupan ini, Lusi menimpali.
Apa kamu sedang berbicara tentang materi, kawan???? Apa yang kamu bicarakan tentang kehidupan dunia?? Aku terus memburu Lusi dengan berjibun pertanyaan. Tidak,, tentu saja tidak semuanya tentang itu,, kamu tau dulu kita pernah sama-sama berjanji tidak akan jatuh cinta sebelum kita benar-benar menemukan cinta sejati dalam ikatan suci pernikahan??? Lusi menatapku dalam-dalam. Hal itu membuatku sedikit terbata memberikan jawaban, Ya, tentu aku masih ingat.
Tapi setelah aku memutuskan pindah dan bekerja di ibu kota, aku bertemu seseorang lalu jatuh cinta,, benar-benar jatuh cinta. Tapi kamu tau apa yang terjadi, cinta yang aku rasakan hanyalah cinta dunia baginya. Dan aku benar-benar kecewa. Aku cukup kaget mendengar pemaparan sahabatku yang satu ini. Lalu apa hubungannya dengan kamu memilih untuk menikah dengan orang yang baru kamu kenal itu?? Aku terus memburu Lusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit menusuk. Mungkin karena takdir, Lusi menjawab lirih.
Desiran halus menjalar ke seluruh tubuhku mendengar jawaban itu,,, lalu dia melanjutkan pembicaraannya. Kamu tau kan, takdir akan jodoh, maut, dan rezki itu sudah ada semenjak kita belum ada, sudah begitu apiknya di catatkan oleh yang Maha Pengasih. Itulah pilihan kenapa aku memilihnya…..
Hhhmmm,, seperti biasa setiap jam 4 pagi jam di sudut kanan ranjangku dengan setia mengeluarkan suara merdunya..kringg….kringg…kringgg, bunyi ini pertanda bahwa aku harus segera bangun dan memulai ativitas. Biasanya peralihan waktu antara pukul 4 ke pukul 6 pagi tidak terlalu terasa bagiku, karena begitu runtutnya aktivitas yang biasanya aku jalani.
Pagi ini adalah hari Sabtu, hari yang aku tunggu, begitu tergesa-gesanya aku ketika melirik alrojiku sudah menunjukkan tepat pukul setengah sembilan pagi, bagaimana tidak, pukul 9 adalah janji yang telah aku ucapkan untuk menemui seseorang di sebuah sudut kecil di kota ini. Aku memutuskan berangkat menggunakan angkot yang biasa aku gunakan ketika berpergian. Memang menggunakan transportasi umum ini jauh lebih menyenangkan bagiku ketimbang harus mengendari sepeda motor yang beberapa hari ini mulai akrab denganku.
**Hai rasanya aku kenal deh,,, suara itu begitu jelas terdengar dari arah sampingku. Spontan aku melirik kearah suara itu. Seorang wanita yang menggenakan pashmina bewarna orange bercak hitam begitu luwes memberikan senyumannya kepada ku. Spontan aku berbalik arah dan menyapa, haiiii miraaa,, apa kabar? Subhanallah kita bertemu disini, sahutku. Hhmmm... benar-benar pertemuan yang tak terduga. Tepatnya 7 tahun yang lalu, saat kami masih bersama-sama menjalankan aktivitas sebagai seorang siswa Madrasah Tsanawiyah Model di kota ini. Dan hari ini 7 tahun telah berlalu, namun serasa baru kemaren terjadi. (hohoho memang waktu begitu cepat berlalu).
**Kami pun terlibat pembicaraan hebat dan seolah kami merasa hanya berdua saja di atas angkot tersebut. Mau kemana Mir?? Kerja dimana sekarang?? Apa masih tinggal di tempat yang lama??, tentunya pertanyaan aku ini terlalu buru-buru,, tapi entahlah mungkin karena sudah terlalu lama kami tidak berjumpa. Dengan wajah ayu nya yang tenang (masih seperti terakhir kali aku melihatnya) dia menjawab, Aku mau ke rumah mertuaku, Aku sekarang jadi ibu dari 2 orang putra, dan Aku tinggal bersama dengan keluarga suamiku, jawaban yang diberikan dengan penuh ketenangan tentu membuat aku terdiam sejenak, karena dalam pikiranku agak sedikit berbeda dengan apa yang disampaikannya. Haaiii bagaimana denganmu,, mau kemana??? Kami saling bertatapan dan tersenyum. Ya aku mau bertemu teman, ya teman lama, teman waktu kuliah dulu. Jawaban singkat yang aku berikan seolah begitu dipahaminya dengan penuh senyuman. Pembicaraan kami pun mengalir, begitu tenang dan begitu runtut mengenang masa 7 tahun silam. Pada akhirnya pembicaraan kami terhenti karena kami punya tujuan dan arah yang berbeda.
**Kiriii Da!! Serangkai kata yang biasa digunakan untuk memberhentikan angkutan umum di kota ku. Aku sudah sampai di tempat tujuan dan memutuskan langsung masuk ke sebuah kafe di seberang jalan, sebuah tempat yang telah kami sepakati untuk bertemu. Sedikit grogi tentunya karena kami telah berpisah setelah sama-sama menyelesaikan studi di salah satu perguruan tinggi di kota ini. Sebut saja nama sahabat aku itu, Lusi, dan hari ini kami akan bertemu.
**Tanpa aba-aba seorang wanita muda dengan menggunakan seragam menghampiriku dengan membawa selembar kertas bertuliskan “menu special”,, tentunya menuku masih sama ketika mendatangi kafe ini beberapa waktu yang lalu, karena begitu pas dengan lidahku. Seperti biasa nasi goreng spesial khas kafe ini menjadi pilihanku untuk bersantap siang. Aku mencoba menelisik isi tas untuk mengambil handphone dan bermaksud untuk mengirimkan pesan singkat. Namun belum selesai aku mengetik pesan singkat tersebut, suara yang sangat akrab di telingaku mengalun menyebutkan sebuah nama kecil panggilanku,,,,,,. Aku sontak berdiri berbalik arah dan spontan merentangkan tangan untuk merangkulnya. Tentu sebuah bahasa pelukan pertanda bahwa kami masih saling merinduuu…..
**Sudah dari tadi ya,, maaf agak macet menjelang ke sini, Lusi mencoba berapologi. Gak kok, baru juga nyampe, sahutku. Ini adalah kalimat pembuka pertemuan kami hari ini. Mau pesan apa? sapaku. Menu biasa dong say,, Lusi tersenyum dengan kerlingan centil khasnya. Tanpa kami sadari wanita muda berseragam tadi pun sudah berada kembali di dekat kami dan dengan sigap mencatat apa yang kami pesan.
Enaknya kita ngumpul bareng-barengkan!! aku berusaha mencairkan suasana. Ya benar tu! Lusi menjawab dengan kalem. Ya,, tapi mau gimana sekarang teman-teman dah pada sibuk dengan kegiatan masing-masing,, sahutku. Ya,, tapi aku masih bersyukur hari ini bisa bertemu kamu. Oh ya katanya sekarang tinggal di ibu kota ya? gimana enak gak disana? sapaku. Ya lumayanlah, namanya juga tinggal di kota besar, ya gituhh. Mang di sana tinggal sama orang tua ya? Gak lah say aku tinggal sama saudara,, tepatnya kakak dari ibuku. Pembicaraan kami terus mengalir dan sesekali diselangi dengan canda tawa.
Dan di sela canda tawa itu,,,
Say??Aku bulan depan insyaallah akan menikah. Kalimat yang terlontar dari lidah Lusi sedikit mengagetkanku. Apa? Kamu serius?? Selamat ya, nikah Sama siapa tuuu?? Cieeeee...
Ya,, tepatnya tiga minggu yang lalu aku dikenalkan dengan teman kantor adik sepupu ibuku, dia sengaja datang kerumah untuk berkenalan denganku,, Lusi mencoba menjelaskan.
Trus?? orangnya ganteng,,gak??? sahutku sambil memasang wajah penasaran. Ganteng dong, kata tanteku dia mirip salah satu artis ibu kota,,hahaha….(kami pun tertawa lepas).
Apa kamu sudah yakin?? Pertanyaan spontan yang mengalir dariku membuat sahabatku terdiam, diam yang sama seperti dulu, ketika dia bingung dalam melakukan sesuatu. Entahlah tapi mungkin ini hanya perasaan ku saja. Maaf say!! Aku mencoba meminta maaf.
Hhmm,, aku memang belum yakin,, tapi berusaha menyakinkan diri (kami pun sama-sama terdiam).
Akupun bingung,, apakah pertanyaan tadi menyinggung perasaannya, aku mengulangi lagi kata maafku. Maaf sayyy,, aku tadi tidak bermaksud apa-apa. Kamu ini gimana, kita sudah berteman lebih dari lima tahun, aku sudah mengganggap kamu seperti saudara sendiri. Ya, tapi aku gak enak jadinya, sahutku. Sudahlah toh,,, kata orang cinta bisa datang belakangan yang penting dijalankan sebaik mungkin. Hhmm,, ya deh aku doakan semoga pilihanmu adalah yang terbaik bagi dirimu, agamamu, keluargamu, dan lingkunganmu. :)
#Kumandang muazin terdengar begitu jelas di sudut jalan, sedikit mencairkan kebekuan pembicaraan kami tadi. Kita shalat dimana?? Lusi membuka suara. Bagaimana kalau di masjid seberang jalan sana, kan tidak terlalu jauh dari sini, kataku. Ayoklah!!
##Kami pun memutuskan untuk shalat berjamaah. Selesai shalat kami sengaja untuk tidak terburu-buru keluar masjid. Hmm.. seperti kebiasan lama ketika masih duduk di bangku kuliah, sehabis shalat zhuhur berjamaah di masjid kampus kami tentu tak lupa untuk beristirahat sambil membaringkan badan, berceloteh tentang apa saja.
Sayyy?! tau gak aku masih bingung. Bingung kenapa, Lusi? jawabku. Bingung dengan apa yang akan aku jalankan setelah ini. Dulu aku bercita-cita mempunyai karir yang bagus, berpenghasilan tetap, dan tentunya yang paling penting menikah dengan orang yang aku kenal dan aku cintai, bukan dengan orang yang baru aku kenal dan tidak aku cintai. Nada suara Lusi semakin tendengar lirih.
Aku terdiam cukup lama mendengarkan sepenggal kalimat terakhir yang keluar dari mulut sahabat yang telah aku anggap seperti saudara itu, tapi aku berusaha merangkai kata supaya apa yang aku ucapakan tidak menyinggung perasaannya. Lalu kenapa kamu memutuskan untuk menikah dengannya??? Aku mencoba bertanya lebih hati-hati. Aku gadis biasa, dengan pendidikan yang biasa, punya keluarga dari keluarga yang sederhana, Lusi menjelaskan. Lalu Apa hubungannya sayyy,.? sahutku. Ya,, kalau aku menikah dengannya tentu aku tidak harus memikirkan kerasnya kehidupan dan derasnya gelombang kehidupan ini, Lusi menimpali.
Apa kamu sedang berbicara tentang materi, kawan???? Apa yang kamu bicarakan tentang kehidupan dunia?? Aku terus memburu Lusi dengan berjibun pertanyaan. Tidak,, tentu saja tidak semuanya tentang itu,, kamu tau dulu kita pernah sama-sama berjanji tidak akan jatuh cinta sebelum kita benar-benar menemukan cinta sejati dalam ikatan suci pernikahan??? Lusi menatapku dalam-dalam. Hal itu membuatku sedikit terbata memberikan jawaban, Ya, tentu aku masih ingat.
Tapi setelah aku memutuskan pindah dan bekerja di ibu kota, aku bertemu seseorang lalu jatuh cinta,, benar-benar jatuh cinta. Tapi kamu tau apa yang terjadi, cinta yang aku rasakan hanyalah cinta dunia baginya. Dan aku benar-benar kecewa. Aku cukup kaget mendengar pemaparan sahabatku yang satu ini. Lalu apa hubungannya dengan kamu memilih untuk menikah dengan orang yang baru kamu kenal itu?? Aku terus memburu Lusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit menusuk. Mungkin karena takdir, Lusi menjawab lirih.
Desiran halus menjalar ke seluruh tubuhku mendengar jawaban itu,,, lalu dia melanjutkan pembicaraannya. Kamu tau kan, takdir akan jodoh, maut, dan rezki itu sudah ada semenjak kita belum ada, sudah begitu apiknya di catatkan oleh yang Maha Pengasih. Itulah pilihan kenapa aku memilihnya…..
Terus apa yang membuatmu masih bingung untuk menikah dengannya,, bukankah kamu begitu meyakini akan takdirmu?? Aku semakin tak sabar untuk mengajukan berjuta pertanyaan kepada Lusi.
Aku bingung setelah ini, menjalankan hidup dengan orang yang baru aku kenal, apa dia sungguh mencintaiku,, apa dia benar-benar laki-laki yang bertanggung jawab, bagaimana agamanya?? Tanpa dia sadari tetesan air mata mengalir di pipinya,,, menjatuhkan rintik-rintik air mengenai mukena yang sedang dikenakannya.
Sayyy.....?? Aku mencoba merangkulnya dan detik-detik berikutnya dia benar-benar hanyut dalam tangisan,,
Sayyy, kamu tau,, terkadang hidup memang begitu, tak jarang kita menyalahkan kehidupan yang sedang kita jalani, mengeluh dengan apa yang kita miliki, tapi percayalah Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan tapi apa yang sedang kita butuhkan. Jangan menangis, kalau kamu menganggap ini takdir,, inilah takdir yang terbaik, menikah adalah perbuatan mulia, mencintai atau dicintai adalah urutan dari rentetan waktu yang akan membuktikannya, menjalankan hidup dalam kehidupan adalah sebuah rentetan kisah bagaimana kita dikenang setelah meninggalkan kenangan. Ucapan yang mengalir dari mulutku berbarengan dengan aliran air mata yang tak bisa aku tahan, Tuhan,, benarkah yang sudah aku katakan ini?
Entahlahh,,, lalu bagaimana denganku,, bagaimana aku harus mengartikan takdirku??
Jika memang takdir itu sudah ditentukan sejak zaman azali, tapi bukan berarti kita tidak bisa merubahnya. Semua takdir makhluk Allah telah ditulis-Nya di Luh Mahfuz, bisa saja dihapus atau diubah oleh Allah, atau Allah menetapkan sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian yang dapat mengubah takdir yang tertulis dalam Lauh Mahfuz itu hanya doa dan perbuatan baik atau usaha. Nabi Muhammad bersabda: "Tiada yang bisa mengubah takdir selain doa dan tiada yang bisa memanjangkan umur kecuali perbuatan baik." Allahu Akbar !!
A short story for u friend in the changing season***
Aku bingung setelah ini, menjalankan hidup dengan orang yang baru aku kenal, apa dia sungguh mencintaiku,, apa dia benar-benar laki-laki yang bertanggung jawab, bagaimana agamanya?? Tanpa dia sadari tetesan air mata mengalir di pipinya,,, menjatuhkan rintik-rintik air mengenai mukena yang sedang dikenakannya.
Sayyy.....?? Aku mencoba merangkulnya dan detik-detik berikutnya dia benar-benar hanyut dalam tangisan,,
Sayyy, kamu tau,, terkadang hidup memang begitu, tak jarang kita menyalahkan kehidupan yang sedang kita jalani, mengeluh dengan apa yang kita miliki, tapi percayalah Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan tapi apa yang sedang kita butuhkan. Jangan menangis, kalau kamu menganggap ini takdir,, inilah takdir yang terbaik, menikah adalah perbuatan mulia, mencintai atau dicintai adalah urutan dari rentetan waktu yang akan membuktikannya, menjalankan hidup dalam kehidupan adalah sebuah rentetan kisah bagaimana kita dikenang setelah meninggalkan kenangan. Ucapan yang mengalir dari mulutku berbarengan dengan aliran air mata yang tak bisa aku tahan, Tuhan,, benarkah yang sudah aku katakan ini?
Entahlahh,,, lalu bagaimana denganku,, bagaimana aku harus mengartikan takdirku??
Jika memang takdir itu sudah ditentukan sejak zaman azali, tapi bukan berarti kita tidak bisa merubahnya. Semua takdir makhluk Allah telah ditulis-Nya di Luh Mahfuz, bisa saja dihapus atau diubah oleh Allah, atau Allah menetapkan sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian yang dapat mengubah takdir yang tertulis dalam Lauh Mahfuz itu hanya doa dan perbuatan baik atau usaha. Nabi Muhammad bersabda: "Tiada yang bisa mengubah takdir selain doa dan tiada yang bisa memanjangkan umur kecuali perbuatan baik." Allahu Akbar !!
A short story for u friend in the changing season***
0 komentar:
Posting Komentar