PRINSIP HOMOFILI DAN HETEROFILI DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

| 4 komentar
pentingnya komunikasi
Dari pembahasan tentang hakekat pokok komunikasi yang penulis bahas pada artikel sebelumnya, dapat diketahui bahwa identifikasi persamaan-persamaan merupakan suatu aspek yang penting dalam proses pertukaran informasi. Sesuai dengan konsep mengenai “overlapping of interests" (tumpang tindih kepentingan), maka persamaan merupakan semacam kerangka dalam komunikasi yang terjadi. 

Kerangka tersebut bertujuan agar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling memahami. Hal ini menghasilkan suatu komunikasi yang efektif, sebagaimana diketahui bahwa komunikasi efektif hanya dapat terjadi jika antara satu pihak dan pihak lainnya memiliki sesuatu yang kurang lebih sama, baik itu latar belakang maupun pengalaman.

Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sama antara pihak-pihak pelaku komunikasi ini adalah homofili. Homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain-lain, antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi.

Menurut Wakidul Kohar, homofili adalah kesamaan derajat antara individu-individu yang terlibat dalam interaksi antarpribadi. Mereka saling percaya, tanpa sebuah kecurigaan. Sisi lain untuk menjelaskan keadaan di atas (yang masih terkait dengan homofili) adalah persepsi dalam proses komunikasi antar budaya. Unsur yang menjadikan interaksi seseorang lebih akrab dan komunikasi lebih terbuka adalah persepsi atas kesamaan dari berbagai hal yang meliputi penampilan, etnitas, tempat tinggal, geografi, pandangan politik dan moral.

Perasaan-perasaan ini memungkinkan untuk tercapainya persepsi dan makna yang sama terhadap sesuatu objek atau peristiwa. Lalu bagaimana halnya dengan komunikasi antar budaya yang justru bertolak dari asumsi akan adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan?. 

Dilihat dari sisi prinsip dasar komunikasi tadi, maka perbedaan-perbedaan ini cenderung mengurangi atau menghambat terjadinya komunikasi yang efektif, karena jika pesan-pesan yang disampaikan melampaui batas-batas kebudayaan, maka apa yang dimaksud oleh pengirim dalam suatu konteks tertentu akan diartikan dalam konteks yang lain lagi oleh penerima.

Dalam situasi tersebut dapat dikatakan hanya sedikit saja atau tidak sama sekali “ko-orientasi yang merupakan persyaratan bagi komunikasi secara umum”. Ko-orientasi yang dimaksud adalah antara dua pihak yang berkomunikasi seharusnya terdapat persamaan dalam orientasi terhadap topik dari komunikasi mereka (Sarel, 1979:395). 

Berdasarkan prinsip homofili, suatu individu cenderung berinteraksi dengan individu-individu lainnya yang serupa dalam hal karekteristik-karekteristik sosial dengannya. Dodd (1982:168-170) membuat klasifikasi tentang dimensi-dimensi homofili ke dalam hal-hal berikut ini:
1. Homofili dalam penampilan.
2. Homofili dalam latar belakang.
3. Homofili dalam sikap.
4. Homofili dalam nilai.
5. Homofili dalam kepribadian.

Namun, dipandang dari sudut kepentingan komunikasi antar budaya, adanya perbedaan-perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya komunikasi antar individu-individu atau kelompok-kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi dapat terjadi. Dalam kaitan ini teori yang dikemukakan oleh Grannovetter (1973) mengenai kekuatan dan ikatan-ikatan lemah (The strengt of weak ties) yang menyarankan akan pentingnya hubungan-hubungan heterofili dalam pertukaran informasi.

Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan antara kesamaan dan perbedaan, antara hal-hal yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang baru. Ada suatu proposisi dasar yang menyatakan bahwa kekuatan pertukaran informasi pada komunikasi (antara dua orang) mempunyai hubungan erat dengan derajat heterofili antara mereka. Dengan kata lain, orang akan menerima hal-hal baru yang informasional justru melalui ikatan-ikatan yang lemah (heterofili).

Menurut Rogert dan Kincaid, heterofili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, dapat juga dikemukakan suatu konsep tentang equifinality dalam “teori sistem” yang menyatakan bahwa dalam suatu sistem tertentu manapun akan dapat dicapai tujuan yang sama, walaupun telah dipergunakan titik tolak dan proses-proses yang berbeda. Demikian pula dalam hubungan antar manusia, suatu gagasan yang tidak jauh berbeda menyebutkan bahwa dua orang akan bertindak sama, meskipun mereka telah menerima atau mengalami stimuli yang sangat berbeda (Bennet, 1979).

Mungkin dapat ditambahkan juga dalam kaitan ini pendapat dari Dood (1982) bahwa macam dalam komunikasi atau hakekat suatu sistem sosial dapat mempengaruhi prinsip homofili dalam pencarian informasi. Terutama dalam masyarakat “modern” (istilah dari Dodd), orang mencari individu-individu yang secara teknis lebih ahli yang dapat menunjukkan derajat inovatif yang meningkat. Dengan catatan bahwa situasi heterofili demikian dapat terjadi jikalau masih dalam cakupan perbedaan yang tidak terlalu besar atau disebut olehnya “optimal heterophili”.

Toleransi terhadap perbedaan ini dimungkinkan, karena dalam hubungan dua orang yang secara sempurna homofilik, pengetahuan keduanya tentang inovasi akan sama sajaa Sehingga keadaan ideal dalam perolehan informasi ialah heterofili dalam hal pengetahuan tetapi cukup homofili dalam karakteristik-karakteristik atau variabel-variabel lain (misalnya status sosial ekonomi). Maka bila perbedaan-perbedaan disadari atau diakui potensi pengaruhnya terhadap komunikasi, masalahnya kemudian mungkin terletak pada cara-cara, strategi atau teknik komunikasi yang dipakai.

Dalam komunikasi antar budaya, perbedaan-perbedaan individual dapat diperbesar oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Persepsi tentang kebudayaan-kebudayaan ini adalah titik tolak dari asumsi yang paling dasar dari komunikasi antar budaya, yaitu kebutuhaan untuk menyadari dan mengakui perbedaan-perbedaan untuk menjembataninya melalui komunikasi.

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindih satu sama lain. Daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol (Sumber: Cangara, 2008 : 21).

Dari ilustrasi diatas, kita dapat menarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).
2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif).
3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.
4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh (100%) karena dalam konteks komunikasi antarmanusia tidak pernah ada manusia diatas dunia ini yang memiliki perilaku, karakter, dan sifat – sifat yang persis sama (100%), sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar.

4 komentar:

  1. Maaf mau nanya. Kalau prinsip homofolin dan heterofili dalam komunikasi antar budaya sama ga prinsip dalam komunikasi lintas budaya??? Terus ini postingannya sumbernya berasal dari mana ya? Hehehe mau ikut coli buat tugas. 😊 izin copas ya.

    BalasHapus
  2. Jelas berbeda. Bila heterofili perbedaaan dalam penampilan, sikap, nilai kepribadian dan sebagainy.

    BalasHapus
  3. Waalaikumsalam wrwb. Maaf banget Pa Ya. Kl kita seorang Muslim dan ingin menjaga Tauhid kita kepada Allah SWT dengan benar, maka mempercayai apa lagi melakukan aktifitas pesugihan spt ini dan semua yg berkaitan dengan perdukunan, orang pintar dsb ITU HARAM. SANGAT TERLARANG. Gugur Syahadat kita. Silahkan baca2 referensi sebagai pencerahan tentang Tauhid Islam yg benar. Sekali lg mohon maaf kl tdk berkenan dgn pendapat sy ini. Kewajiban kita sesama Muslim adalah saling menasehati dan mengingatkan tentang kebenaran. Wallahu a'lam bissawab. Wassalam

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...