Pembahasan ini merupakan bagian terakhir dari trilogi komunikasi antar budaya. Edisi sebelumnya telah sama-sama kita bahas tentang Unsur-unsur Komunikasi dan Homofil dan Heterofili dalam Komunikasi Antar Budaya. Akultrasi merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akultrasi yang secara teoritis mungkin terjadi. Bagi kebanyakan imigran, asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.
Menurut Wikipedia, Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: saat budaya Rap dari negara asing digabungkan dengan Bahasa Jawa, menghasilkan perpaduan nge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa.
Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang diset dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang otonom. Hal tersebut menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya. Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam American Antropologist (1936) menjelaskan bahwa akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan akultrasi adalah pembauran antara dua budaya yang berbeda yang akan menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam proses komunikasi antara imigran dan pribumi misalnya, akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan dengan hal-hal yang non-pribumi (imigran). Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi, seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya pribumi melalui komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain, dan itu dilakukannya lewat komunikasi. Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi.
Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi non-verbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah, gerak mata, gerak tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting tidaknya prilaku non-verbal. Orang belajar berkomunikasi dengan berkomunikasi. Tentunya melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Kecakapan berkomunikasi yang telah diperoleh imigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya.
Menurut Wikipedia, Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: saat budaya Rap dari negara asing digabungkan dengan Bahasa Jawa, menghasilkan perpaduan nge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa.
Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang diset dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang otonom. Hal tersebut menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya. Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam American Antropologist (1936) menjelaskan bahwa akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan akultrasi adalah pembauran antara dua budaya yang berbeda yang akan menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam proses komunikasi antara imigran dan pribumi misalnya, akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan dengan hal-hal yang non-pribumi (imigran). Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi, seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya pribumi melalui komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain, dan itu dilakukannya lewat komunikasi. Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi.
Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi non-verbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah, gerak mata, gerak tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting tidaknya prilaku non-verbal. Orang belajar berkomunikasi dengan berkomunikasi. Tentunya melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Kecakapan berkomunikasi yang telah diperoleh imigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya.
Potensi Akulturasi
Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, tetapi beraneka ragam, tergantun pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.
Di antara faktor-faktor atau karakteristik-karakteristik demografik,usia pada saat berimigrasi dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan erat dengan potensi akulturasi. Imigran yang lebih tua mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lebih lambat dalam memperoleh pola-pola budaya baru (Kim, 1976). Latar belakang pendidikan imigran sebelum berimigrasi mempermudah akulturasi (Kim, 1976, 1980).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, dan keterbukaan. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. Di samping itu, pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang diperoleh dari kunjungan yang dilakukan sebelumnya, kontak-kontak antar pesonal, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akultrasi imigran.
Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, tetapi beraneka ragam, tergantun pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.
Di antara faktor-faktor atau karakteristik-karakteristik demografik,usia pada saat berimigrasi dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan erat dengan potensi akulturasi. Imigran yang lebih tua mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lebih lambat dalam memperoleh pola-pola budaya baru (Kim, 1976). Latar belakang pendidikan imigran sebelum berimigrasi mempermudah akulturasi (Kim, 1976, 1980).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, dan keterbukaan. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. Di samping itu, pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang diperoleh dari kunjungan yang dilakukan sebelumnya, kontak-kontak antar pesonal, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akultrasi imigran.
Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi
Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.
Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat memepermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:
Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.
Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.
Akulturasi adalah suatu proses interaktif "mendorong dan menarik" antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Imigran tidak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian, tetapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran. Hal tersebut dapat terjadi dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan menyediakan diri secara sabar untuk melakukan komunikasi antarbudaya dengan imigran. Masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.
PENUTUP
Dalam banyak hal hubungan antarbudaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhui oleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan hidup tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Dalam prosesnya komunikasi melibatkan beberapa unsure penting, dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Masyarakat Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, bahasa, agama, dan adat istiadat yang berbeda. Dalam hubungannya membutuhkan komunikasi yang baik diantara pemeran komunikasi supaya tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Untuk itu, sangat diperlukan prinsip-prinsip dasar komunikasi dalam konteks kebudayaan, yang meliputi komunikasi homofily (derajat kesamaan), heterofily (derajat ketidaksamaan), dan akultrasi (pembauran).
Komunikasi homofily atau derajat kesamaan adalah komunikasi yang berlangsung dengan dipengaruhi oleh beberapa hal diantanya adanya kesamaan latar belakang, kesamaan penampilan, persamaan nilai dan lain sebagainya. Dari beberapa hal yang sama ini maka komunikasi bisa berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu komunikasi heterofily juga dibutuhkan, karena manusia juga memerlukan beberapa hal yang berbeda dari komunitasnya seperti informasi-informasi baru yang tidak ada dalam komunitasnya.
Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.
Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat memepermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:
Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.
Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.
Akulturasi adalah suatu proses interaktif "mendorong dan menarik" antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Imigran tidak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian, tetapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran. Hal tersebut dapat terjadi dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan menyediakan diri secara sabar untuk melakukan komunikasi antarbudaya dengan imigran. Masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.
PENUTUP
Dalam banyak hal hubungan antarbudaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhui oleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan hidup tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Dalam prosesnya komunikasi melibatkan beberapa unsure penting, dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Masyarakat Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, bahasa, agama, dan adat istiadat yang berbeda. Dalam hubungannya membutuhkan komunikasi yang baik diantara pemeran komunikasi supaya tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Untuk itu, sangat diperlukan prinsip-prinsip dasar komunikasi dalam konteks kebudayaan, yang meliputi komunikasi homofily (derajat kesamaan), heterofily (derajat ketidaksamaan), dan akultrasi (pembauran).
Komunikasi homofily atau derajat kesamaan adalah komunikasi yang berlangsung dengan dipengaruhi oleh beberapa hal diantanya adanya kesamaan latar belakang, kesamaan penampilan, persamaan nilai dan lain sebagainya. Dari beberapa hal yang sama ini maka komunikasi bisa berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu komunikasi heterofily juga dibutuhkan, karena manusia juga memerlukan beberapa hal yang berbeda dari komunitasnya seperti informasi-informasi baru yang tidak ada dalam komunitasnya.
Siip.. sista..
BalasHapusterimakasih sarannya.. makin banyak referensi makin bagus.. ^_^
makasih mas infonya langsung di pasang... baru neh di blog... di tunggu bantunnya untuk kunjungan baliknya
BalasHapushttp://aufatkj.blogspot.com/