Akulturasi Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi Antar Budaya
Pembahasan ini merupakan bagian terakhir dari trilogi komunikasi antar budaya. Edisi sebelumnya telah sama-sama kita bahas tentang Unsur-unsur Komunikasi dan Homofil dan Heterofili dalam Komunikasi Antar Budaya. Akultrasi merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akultrasi yang secara teoritis mungkin terjadi. Bagi kebanyakan imigran, asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.

Menurut Wikipedia, Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: saat budaya Rap dari negara asing digabungkan dengan Bahasa Jawa, menghasilkan perpaduan nge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa.

Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang diset dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang otonom. Hal tersebut menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya. Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam American Antropologist (1936) menjelaskan bahwa akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan akultrasi adalah pembauran antara dua budaya yang berbeda yang akan menghasilkan sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam proses komunikasi antara imigran dan pribumi misalnya, akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan dengan hal-hal yang non-pribumi (imigran). Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi, seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya pribumi melalui komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain, dan itu dilakukannya lewat komunikasi. Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi.

Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi non-verbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah, gerak mata, gerak tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting tidaknya prilaku non-verbal. Orang belajar berkomunikasi dengan berkomunikasi. Tentunya melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Kecakapan berkomunikasi yang telah diperoleh imigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya.
Potensi Akulturasi

Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, tetapi beraneka ragam, tergantun pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.

Di antara faktor-faktor atau karakteristik-karakteristik demografik,usia pada saat berimigrasi dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan erat dengan potensi akulturasi. Imigran yang lebih tua mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka  lebih lambat dalam memperoleh pola-pola budaya baru (Kim, 1976). Latar belakang pendidikan imigran sebelum berimigrasi mempermudah akulturasi (Kim, 1976, 1980).

Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, dan keterbukaan. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. Di samping itu, pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang diperoleh dari kunjungan yang dilakukan sebelumnya, kontak-kontak antar pesonal, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akultrasi imigran.
Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi

Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.

Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat memepermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:

Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.

Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.

Akulturasi adalah suatu proses interaktif "mendorong dan menarik" antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Imigran tidak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian, tetapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran. Hal tersebut dapat terjadi dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan menyediakan diri secara sabar untuk melakukan komunikasi antarbudaya dengan imigran. Masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.

PENUTUP

Dalam banyak hal hubungan antarbudaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhui oleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan hidup tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Dalam prosesnya komunikasi melibatkan beberapa unsure penting, dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi.

Masyarakat Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, bahasa, agama, dan adat istiadat yang berbeda. Dalam hubungannya membutuhkan komunikasi yang baik diantara pemeran komunikasi supaya tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Untuk itu, sangat diperlukan prinsip-prinsip dasar komunikasi dalam konteks kebudayaan, yang meliputi komunikasi homofily (derajat kesamaan), heterofily (derajat ketidaksamaan), dan akultrasi (pembauran).

Komunikasi homofily atau derajat kesamaan adalah komunikasi yang berlangsung dengan dipengaruhi oleh beberapa hal diantanya adanya kesamaan latar belakang, kesamaan penampilan, persamaan nilai dan lain sebagainya. Dari beberapa hal yang sama ini maka komunikasi bisa berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu komunikasi heterofily juga dibutuhkan, karena manusia juga memerlukan beberapa hal yang berbeda dari komunitasnya seperti informasi-informasi baru yang tidak ada dalam komunitasnya.

PRINSIP HOMOFILI DAN HETEROFILI DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

pentingnya komunikasi
Dari pembahasan tentang hakekat pokok komunikasi yang penulis bahas pada artikel sebelumnya, dapat diketahui bahwa identifikasi persamaan-persamaan merupakan suatu aspek yang penting dalam proses pertukaran informasi. Sesuai dengan konsep mengenai “overlapping of interests" (tumpang tindih kepentingan), maka persamaan merupakan semacam kerangka dalam komunikasi yang terjadi. 

Kerangka tersebut bertujuan agar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling memahami. Hal ini menghasilkan suatu komunikasi yang efektif, sebagaimana diketahui bahwa komunikasi efektif hanya dapat terjadi jika antara satu pihak dan pihak lainnya memiliki sesuatu yang kurang lebih sama, baik itu latar belakang maupun pengalaman.

Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sama antara pihak-pihak pelaku komunikasi ini adalah homofili. Homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain-lain, antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi.

Menurut Wakidul Kohar, homofili adalah kesamaan derajat antara individu-individu yang terlibat dalam interaksi antarpribadi. Mereka saling percaya, tanpa sebuah kecurigaan. Sisi lain untuk menjelaskan keadaan di atas (yang masih terkait dengan homofili) adalah persepsi dalam proses komunikasi antar budaya. Unsur yang menjadikan interaksi seseorang lebih akrab dan komunikasi lebih terbuka adalah persepsi atas kesamaan dari berbagai hal yang meliputi penampilan, etnitas, tempat tinggal, geografi, pandangan politik dan moral.

Perasaan-perasaan ini memungkinkan untuk tercapainya persepsi dan makna yang sama terhadap sesuatu objek atau peristiwa. Lalu bagaimana halnya dengan komunikasi antar budaya yang justru bertolak dari asumsi akan adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan?. 

Dilihat dari sisi prinsip dasar komunikasi tadi, maka perbedaan-perbedaan ini cenderung mengurangi atau menghambat terjadinya komunikasi yang efektif, karena jika pesan-pesan yang disampaikan melampaui batas-batas kebudayaan, maka apa yang dimaksud oleh pengirim dalam suatu konteks tertentu akan diartikan dalam konteks yang lain lagi oleh penerima.

Dalam situasi tersebut dapat dikatakan hanya sedikit saja atau tidak sama sekali “ko-orientasi yang merupakan persyaratan bagi komunikasi secara umum”. Ko-orientasi yang dimaksud adalah antara dua pihak yang berkomunikasi seharusnya terdapat persamaan dalam orientasi terhadap topik dari komunikasi mereka (Sarel, 1979:395). 

Berdasarkan prinsip homofili, suatu individu cenderung berinteraksi dengan individu-individu lainnya yang serupa dalam hal karekteristik-karekteristik sosial dengannya. Dodd (1982:168-170) membuat klasifikasi tentang dimensi-dimensi homofili ke dalam hal-hal berikut ini:
1. Homofili dalam penampilan.
2. Homofili dalam latar belakang.
3. Homofili dalam sikap.
4. Homofili dalam nilai.
5. Homofili dalam kepribadian.

Namun, dipandang dari sudut kepentingan komunikasi antar budaya, adanya perbedaan-perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya komunikasi antar individu-individu atau kelompok-kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi dapat terjadi. Dalam kaitan ini teori yang dikemukakan oleh Grannovetter (1973) mengenai kekuatan dan ikatan-ikatan lemah (The strengt of weak ties) yang menyarankan akan pentingnya hubungan-hubungan heterofili dalam pertukaran informasi.

Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan antara kesamaan dan perbedaan, antara hal-hal yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang baru. Ada suatu proposisi dasar yang menyatakan bahwa kekuatan pertukaran informasi pada komunikasi (antara dua orang) mempunyai hubungan erat dengan derajat heterofili antara mereka. Dengan kata lain, orang akan menerima hal-hal baru yang informasional justru melalui ikatan-ikatan yang lemah (heterofili).

Menurut Rogert dan Kincaid, heterofili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, dapat juga dikemukakan suatu konsep tentang equifinality dalam “teori sistem” yang menyatakan bahwa dalam suatu sistem tertentu manapun akan dapat dicapai tujuan yang sama, walaupun telah dipergunakan titik tolak dan proses-proses yang berbeda. Demikian pula dalam hubungan antar manusia, suatu gagasan yang tidak jauh berbeda menyebutkan bahwa dua orang akan bertindak sama, meskipun mereka telah menerima atau mengalami stimuli yang sangat berbeda (Bennet, 1979).

Mungkin dapat ditambahkan juga dalam kaitan ini pendapat dari Dood (1982) bahwa macam dalam komunikasi atau hakekat suatu sistem sosial dapat mempengaruhi prinsip homofili dalam pencarian informasi. Terutama dalam masyarakat “modern” (istilah dari Dodd), orang mencari individu-individu yang secara teknis lebih ahli yang dapat menunjukkan derajat inovatif yang meningkat. Dengan catatan bahwa situasi heterofili demikian dapat terjadi jikalau masih dalam cakupan perbedaan yang tidak terlalu besar atau disebut olehnya “optimal heterophili”.

Toleransi terhadap perbedaan ini dimungkinkan, karena dalam hubungan dua orang yang secara sempurna homofilik, pengetahuan keduanya tentang inovasi akan sama sajaa Sehingga keadaan ideal dalam perolehan informasi ialah heterofili dalam hal pengetahuan tetapi cukup homofili dalam karakteristik-karakteristik atau variabel-variabel lain (misalnya status sosial ekonomi). Maka bila perbedaan-perbedaan disadari atau diakui potensi pengaruhnya terhadap komunikasi, masalahnya kemudian mungkin terletak pada cara-cara, strategi atau teknik komunikasi yang dipakai.

Dalam komunikasi antar budaya, perbedaan-perbedaan individual dapat diperbesar oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Persepsi tentang kebudayaan-kebudayaan ini adalah titik tolak dari asumsi yang paling dasar dari komunikasi antar budaya, yaitu kebutuhaan untuk menyadari dan mengakui perbedaan-perbedaan untuk menjembataninya melalui komunikasi.

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindih satu sama lain. Daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol (Sumber: Cangara, 2008 : 21).

Dari ilustrasi diatas, kita dapat menarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).
2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif).
3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.
4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh (100%) karena dalam konteks komunikasi antarmanusia tidak pernah ada manusia diatas dunia ini yang memiliki perilaku, karakter, dan sifat – sifat yang persis sama (100%), sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar.

PENERAPAN PRINSIP KOMUNIKASI PADA KONTEKS KEBUDAYAAN


Prinsip Komunikasi
Masyarakat Indonesia sejak dulu dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat. Di sisi lain, perkembangan dunia modern sangat pesat, dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan dunia bergerak ke arah “desa dunia” (global village).

Keadaan ini menyebabkan hampir tidak ada sekat dan batas-batas wilayah, sebagai akibat perkembangan teknologi modern. Perubahan tersebut menuntut masyarakat (dalam arti luas) untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau apapun namanya.

Global Village menuntut suatu interaksi dan komunikasi berjalan dengan baik antara satu komunitas sosial dan komunitas lainnya. Pada kenyataannya berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan kerap menemui masalah atau hambatan, misalnya dalam penggunaan bahasa, lambang, nilai atau norma yang sudah barang tentu berbeda.

Padahal syarat untuk terjalinnya suatu hubungan yang baik diperlukan saling pengertian dan pertukaran informasi atau makna antara satu sama lain, maka mempelajari komunikasi dan budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan.

Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Edward T. Hall berpendapat bahwa komunikasi adalah budaya, dan budaya adalah komunikasi.

Penerapan Prinsip Komunikasi Pada Konteks Kebudayaan
Bagaimana jika masalah perbedaan kebudayaan dikaji dari prinsip dasar teori komunikasi? Untuk memahami komunikasi antar budaya (KAB), diperlukan pengetahuan tentang komunikasi manusia.

Walaupun pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi memiliki latar belakang kebudayaan yang tidak sama antara satu sama lain, tetapi secara prinsip mereka menjalani dan mengalami hal-hal nyaris serupa yang terjadi dalam peristiwa komunikasi secara umum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi yang berlangsung tetap sama, hanya konteksnya saja yang berbeda.

Hakikat Pokok Komunikasi

Pembahasan mengenai pengertian dan hakikat komunikasi berkaitan erat dengan peninjauan atas unsur-unsur komunikasi. Unsur-unsur komunikasi selalu memiliki peranan penting dalam setiap peristiwa komunikasi. Berikut ini adalah unsur-unsur penting dalam komunikasi:

a. Sumber (Source)
Dalam hal ini adalah orang yang menjadi sumber suatu komunikasi. Hal ini terjadi karena adanya keinginan untuk membagi keadaan internal pribadi, baik yang bersifat emosional maupun informasi dengan orang lain. Kebutuhan ini bisa berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.

b. Penyandian (Encoding)
Adakalanya suatu keadaan internal tidak bisa dibagi bersama orang lain secara langsung, maka diperlukan simbol-simbol yang dapat mewakili keadaan internal tersebut. Encoding adalah suatu aktifvitas internal pada sumber (source), dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis yang berlaku pada bahasa yang digunakan.

c. Pesan (Message)
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol verbal atau non verbal yang mewakili keadaan khusus sumber (source) pada suatu waktu dan tempat tertentu.

d. Saluran (Channel)
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum.

e. Penerima (Receiver)
Adalah orang-orang yang menerima pesan dan terhubung dengan sumber pesan. Penerima bisa jadi orang yang dimaksud oleh sumber, atau orang lain yang kebetulan mendapatkan kontak dengan pesan yang dilepaskan oleh sumber dan memasuki saluran.

f. Penyandian Balik (Decoding)
Decoding merupakan proses internal penerima dan pemberian makna kepada prilaku sumber yang mewakili perasaan dan pikiran sumber.

g. Respons Penerima (Receiver Response)
Merupakan apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dilakukan terhadap pesan.Respons dapat bervariasi sepanjang dimensi minimum sampai maksimum.

h. Balikan (Feedback)
Merupakan informasi bagi sumber sehingga ia dapat menilai efektifitas komunikasi untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.

Naah.. jadi ada delapan unsur-unsur komunikasi yang baru saja kita bahas, namun unsur-unsur tersebut hanyalah sebagian saja dari faktor-faktor yang berperan selama suatu peristiwa komunikasi.
Agar lebih memahami dapat dilengkapi bahan bacaannya dengan Prinsip Homofili dan Heterofili dalam Komunikasi antar Budaya pada artikel selanjutnya.
___________________________________

Dodd.Carley.H. 1982. Dynamics of Intercultural Communication. Dubuque: Wm .C. Brown Company Publishers.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia. 1999. Komunikasi dan Budaya. Jurnal. Jakarta.

Lubis, Suwardi. 1999. Komunikasi Antar Budaya. Studi Kasus Etnik Batak Toba dan Etnik Cina. USU Press. Medan.

Mulyana. Deddy dan Jalaluddin Rahmat. 1989. Komunikasi Antar Budaya. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Mulyana. Deddy. Komunikasi lintas budaya. 2010. Rosdakarya. Bandung

Sunarwinadi.Ilya. Komunikasi Antar Budaya. Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial. Universitas Indonesia. Jakarta.

Samovar,et.al. 1981. Understanding Intercultural Communication. Belmont California : Wodsworth Publishing Company.

Kohar, Wakidul, Komunitas Penengah Budaya, Membangun Sinergi Nilai Agama Dan Budaya Dalam Menghadapi Perubahan Dan Tantangan, Perspektif Mediating Cross Culture Theory. 2008

Kim y.y., Indochinese refugees in the state of Illinois, volume 4, psychological, social and cultural adjustment of Indochinese refugees. Chicago: travelers aid society of metropolitan Chicago. 1980.

Kawasan Bebas Angka 13

Friday 13
Di seantero dunia terdapat bermacam-macam kepercayaan, mitos, dan legenda, yang tidak terhitung jumlahnya. Bagi kaum rasionalis, kepercayaan-kepercayaan orang-orang tua ini seharusnya ikut mati sejalan dengan modernisasi yang merambah seluruh sisi kehidupan manusia. Namun demikiankah yang terjadi? Ternyata tidak.

Di dalam tatanan masyarakat modern, kepercayaan-kepercayaan (tahayul) ini ternyata tetap eksis dan bahkan berkembang dan merasuk ke dalam banyak segi kehidupan masyarakatnya. Kepercayaan-kepercayaan ini bahkan ikut mewarnai arsitektural kota dan juga gedung-gedung pencakar langit.

Sebagai contoh kecil, di berbagai gedung tinggi di China, tidak ada yang namanya lantai 13 dan 14. Menurut kepercayaan mereka, kedua angka tersebut tidak membawa hoki. Di Barat, angka 13 juga dianggap angka sial. Demikian pula di berbagai belahan dunia lainnya. Kalau kita perhatikan nomor-nomor di dalam lift gedung-gedung tinggi dunia, Anda tidak akan jumpai lantai 13. Biasanya, setelah angka 12 maka langsung ‘loncat’ ke angka 14. Atau dari angka 12 maka 12a dulu baru 14. Fenomena ini terdapat di banyak negara dunia, termasuk Indonesia.

Mengapa angka 13 dianggap angka yang membawa kekurang-beruntungan? Sebenarnya, kepecayaan tahayul dan aneka mitos yang ada berasal dari pengetahuan kuno bernama Kabbalah. Kabalah merupakan sebuah ajaran mistis kuno, yang telah dirapalkan oleh Dewan Penyihir tertinggi rezim Fir’aun yang kemudian diteruskan oleh para penyihir, pesulap, peramal, paranormal, dan sebagainya [terlebih oleh kaum Zionis-Yahudi yang kemudian mengangkatnya menjadi satu gerakan politis] dan sekarang ini, ajaran Kabbalah telah menjadi tren baru di kalangan selebritis dunia.

Bangsa Yahudi sejak dahulu merupakan kaum yang secara ketat memelihara Kabbalah. Di Marseilles, Perancis Selatan, bangsa Yahudi ini membukukan ajaran Kabbalah yang sebelumnya hanya diturunkan lewat lisan dan secara sembunyi-sembunyi. Mereka juga dikenal sebagai kaum yang gemar mengutak-atik angka-angka (numerologi), sehingga mereka dikenal pula sebagai sebagai kaum Geometrian.

Menurut mereka, angka 13 merupakan salah satu angka suci yang mengandung berbagai daya magis dan sisi religius, bersama-sama dengan angka 11 dan 666. Sebab itu, dalam berbagai simbol terkait Kabbalisme, mereka selalu menyusupkan unsur angka 13 ke dalamnya. Kartu Tarot misalnya, itu jumlahnya 13. Juga Kartu Remi, jumlahnya 13 (As, 2-9, Jack, Queen, King).

Penyisipan simbol angka 13 terbesar sepanjang sejarah manusia dilakukan kaum ini ke dalam lambang negara Amerika Serikat. The Seal of United States of America yang terdiri dari dua sisi (Burung Elang dan Piramida Illuminati) sarat dengan angka 13. Jika masih ragu, bisa dilihat rinciannya sebagai berikut:
• 13 bintang di atas kepala Elang membentuk Bintang David.
• 13 garis di perisai atau tameng burung.
• 13 daun zaitun di kaki kanan burung.
• 13 butir zaitun yang tersembul di sela-sela daun zaitun.
• 13 anak panah.
• 13 bulu di ujung anak panah.
• 13 huruf yang membentuk kalimat ‘Annuit Coeptis’
• 13 huruf yang membentuk kalimat ‘E Pluribus Unum’
• 13 lapisan batu yang membentuk piramida.
• 13 X 9 titik yang mengitari Bintang David di atas kepala Elang.

Selain menyisipkan angka 13 ke dalam lambang negara, logo-logo perusahaan besar Amerika Serikat juga demikian seperti logo McDonalds, Arbyss, Startrek. Com, Westel, dan sebagainya. Angka 13 bisa dilihat jika logo-logo ini diputar secara vertikal. Demikian pula, markas besar Microsoft disebut sebagai The Double Thirteen atau Double[*]13, sesuai dengan logo Microsoft yang dibuat menyerupai sebuah jendela (Windows), padahal sesungguhnya itu merupakan angka 1313.

Uniknya, walau angka 13 bertebaran dalam berbagai rupa, bangsa Amerika ternyata juga menganggap angka 13 sebagai angka yang harus dihindari. Bangunan-bangunan tinggi di Amerika jarang yang menggunakan angka 13 sebagai angka lantainya. Bahkan dalam kandang-kandang kuda pacuan demikian pula adanya, dari kandang bernomor 12, lalu 12a, langsung ke nomor 14. Tidak ada angka 13.

Kaum Kabbalis sangat mengagungkan angka 13, selain tentu saja angka-angka lainnya seperti angka 11 dan 666. Angka ini dipakai dalam berbagai ritual malaikat mereka. Bahkan simbol Baphomet atau Kepala Kambing Mendez (Mendez Goat) pun dihiasi simbol 13. Itulah sebabnya angka 13 dianggap sebagai angka sial karena menjadi bagian utama dari ritual malaikat.

#berbagai sumber

CATATAN SEDIH SEORANG B.J HABIBIE

Habibi Ainun
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya, Adri Subono, juragan Java Musikindo.

Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.

Dalam kunjungan ini, diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi perjalanan kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015 menuju Quantum Leap.

Sebagai “balasan” pak Habibie memutarkan video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara Husein Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).

Entah, apa pasalnya dengan memutar video ini?

Video N250 bernama Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas secara mulus di-escort oleh satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis Turboprop dan teknologi glass cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus mengudara di angkasa Bandung.

Dalam video tsb, tampak hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara lain Presiden RI Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono, para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN.

Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio komunikasi dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba mendekatkan telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden Soeharto karena ingin ikut mendengar dengan pilot N250.

N250 sang Gatotkaca kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di landasan………………

Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:

“Dik, anda tahu…………..saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan……………..

“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, …….itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur………Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara.

Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara.

Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia.

Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN”.

“Sekarang Dik,…………anda semua lihat sendiri…………..N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini.

Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?”

Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.

“Dik tahu…………….di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia………….”

“Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa…………….”

“Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua…………………?”

“Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun”.

“Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”

Pak Habibie menghela nafas…………………..

***

Ini pandangan saya mengenai cerita pak Habibie di atas;

Sekitar tahun 1995, saya ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu, Capt. Susatyawanto untuk masuk sebagai salah satu anggota tim Airline Working Group di IPTN dalam kaitan produksi pesawat jet sekelas B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130 penumpang).

Saya bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary Flight Deck Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130 adalah Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh penerbang test pilot (almarhum) Erwin.

Saya turut mendesain rancang-bangun kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan teknis saat menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang mempergunakan LCD pada panel instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat sekarang yang ada di pesawat B737NG).

Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan “track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop.

N2130 juga merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang sangat besar yang memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan. Selain high speed sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena mempergunakan winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat generasi masa kini.

Saya juga pernah menguji coba simulator N250 yang masih prototipe pertama……………..

N2130 narrow body jet engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala itu………bahkan hingga kini.

Lamunan saya ini, berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie bercerita soal N250, saya memiliki kekecewaan yang yang sama dengan beliau, seandainya N2130 benar-benar lahir………….kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.

***

Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya………………..

“Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia”.

“Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,

Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten? C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis? D itu Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!”

Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:

“Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik………….organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati Dik………………”

Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ………………………

“Dik, ……….saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ………..ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar.

Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya…………saya mau kasih informasi……….. Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu……………………”

Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati yang mendalam…………… seisi ruangan hening dan turut serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai menggenang.

Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan……………………

“Dik, kalian tau……………..2 minggu setelah ditinggalkan ibu…………suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu……… Ainun……… Ainun …………….. Ainun …………..saya mencari ibu di semua sudut rumah.

Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini…………..’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie’.

Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;

1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!

2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus……………

3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.

Saya pilih opsi yang ketiga……………………….”

Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu) …………………. ia melanjutkan pembicaraannya;

“Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun…………..dan hari ini persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air Indonesia…….

Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat…………. saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia”

Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata…………………………

Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;

“Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui…………………

Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang….. (saya lupa persisnya, namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).

Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka.

Dik, asal you tahu…………semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.

Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.

Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif……………….”

***
Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.

Jakarta, 12 Januari 2012

Salam,
Capt. Novianto Herupratomo

***
Cerita itu saya kutip dari notes facebook disini, sebuah renungan yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita. Betapa menyedihkan sebuah bangsa yang tak pernah menghargai orang berilmu! Tak pernah memberi kesempatan kepada anak bangsa untuk menjadikan bangsanya mandiri! Entah ada apa dengan negara ini…! Entah dimana mata dan telinga para penguasa diletakkan!

Jalan Panjang "Sang Penyeru"

Ustad Jefri
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dia-lah Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana” (QS Ibrohim, 14: 4)

Kawan, Rasul-rasul diutus ke muka bumi sebagai pengemban risalah tauhid, menyebarkan kabar gembira dan memberikan peringatan. Mereka datang menyerukan kebenaran dengan bahasa kaumnya masing-masing. Hal itu semata-mata agar dakwah tersebut dapat dengan mudah dipahami, diresapi, dan diterima.

Jikalau kita menelusur kembali lika-liku jalan dakwah para Nabi dan Rasul, maka akan kita dapati sebuah kisah panjang perjuangan, penolakan, dan penindasan. Hal itu merupakan konsekwensi dari suatu peran yang tengah mereka jalani, sebagai Nabi dan Rasul.

Di zaman yang jauh dari sumber asal, jauh dari "sang penunjuk jalan", dan penuh dengan fitnah yang bertebaran bagaikan udara yang meliputi, sungguh kita dihadapkan pada kondisi yang benar-benar menguji peran kita sebgai "da'i". Tak ada yang bisa mengelak dari peran yang telah diamanahkan sang pemberi amanah, tak ada yang bisa lari dan bersembunyi, meskipun kebanyakan kita tak ambil peduli, berlagak tuli, bahkan tak jarang berbalik menyerang identitas sendiri, yang seharusnya kita pikul dipundak ini.

Laksana matahari terbit dan tenggelam dimakan peradaban zaman, begitu juga nasib sang penyeru. Ia lahir dari rahim timur, dan berakhir ditelan samudera di ufuk barat sana. Singkat memang, bahkan singkat sekali untuk sebuah perjalanan panjang ini. Perjalanan panjang yang tak semua orang berani menapakkan kaki di landasan penuh duri. Yang lahir, tumbuh dan berkembang, lalu dan lalang setiap hari banyak memang., tapi yang mengelak dari peran ini terlalu banyak dibanding yang mau mengemban...

Jikalau jalan panjang itu tak selalu berbuah manis,,
Jikalau landasan itu demikian sesak penuh duri,,
Masih adakah yang rela berlari?
Dalam terpaan badai caci dan maki?

Terkadang kita terlalu sibuk mengumbar aib "sang penyeru",,
Yang juga manusia, takkkan pernah luput dari salah..

Tak pernahkah kita sedikit merenung?
Atau sekedar berkhayal?
Sanggupkah kita melangkah di sana?
Jalan panjang berduri, dicaci, dimaki,
Dihimpit oleh berton-ton beban dipundak ini?

Kawan, pada akhirnya kita melihatnya,,
Tak penting bagaimana kau memulai sebuah jalan itu,,
Selagi kau berusaha, kau akan tiba jua di akhirnya..

Tak terlalu penting pijakan pertamamu itu keliru,,
Selagi kau mampu kembali, DIA tetap menerimamu..

Dan, hari ini,,
Setidaknya menjadi sebuah penjelasan yang menjawab tanya..
Tanya yang mungkin takkan terpuaskan..
Yang akan terus dicari...

Copas dari Fathurrizqi
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...