Ibu, Ku Jeput Kasihmu Kembali di Lorong Waktu yang Tak Terduga (Part 1)

| 0 komentar
Mendidik Anak
Sore itu cuaca begitu cerah, awan stratus putih tampak tersenyum dalam rangkulan langit seolah-olah memberi pertanda bahwa hujan tidak akan turun sore itu.

Dari sebuah bilik kamar terdengar suara,, Milaaa.. cepat kemasi barang-barangmu, jangan sampai kita ketinggalan bus, nak. Suara itu terdengar begitu tegas namun penuh kasih. Ya Buuu,. ini sudah hampir selesai, jawab Mila dengan cepat. Sore itu adalah sore yang di tunggu-tunggu seorang ibu karena akan mengantarkan anaknya ke sebuah kota, kota yang sudah menjadi pilihannya untuk anaknya, MILA. Mila adalah anak kedua dari empat bersaudara. Mereka tinggal di sebuah desa yang tidak begitu jauh dari kota, sebuah desa kecil dengan tatanan kehidupan yang masih terbilang tradisional dengan norma-norma adat yang mengakar kuat. Selayaknya suatu perkampungan tradisional, infrastruktur publik seperti pendidikan dan kesehatan merupakan hal yang mahal dan sulit ditemui di desa ini.

# Ibu dan Mila berangkat ya,, Di. Tolong kamu jaga adekmu Rahma, dan jangan lupa kalau hari sudah sore semua ayam tolong kamu masukan kedalam kandang-kandangnya. Hati-hati kamu dan adekmu di rumah mungkin Ibu besok baru sampai kembali.  Adi merespon dengan cepat apa yang dikatakan ibunya, ya Bu, Adi dan Rahma akan hati-hati di rumah, Ibu dan Milaa juga yaa,, dan tolong Ibu berikan titipan Adi ini kepada Mila sesampai disana ya Bu. Adi meraih tangan Ibunya, ini titipan Adi untuk Mila, Bu. Sebuah amplop berukuran kecil yang sudah dilipat begitu rapi.^^^

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Mila dan ibunya menuju pool bus tujuan mereka. Mila duduk di samping ibunya dengan memakai baju gamis sederhana bewarna biru muda dan balutan jilbab putih yang membalut tubuh dan hatinya yang sedang didera beribu pertanyaan hingga saat dia duduk di dalam bus tujuan kota Solo. Ya,, sebuah kota yang akan dituju Mila dan ibunya. Mila baru saja menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di desanya. Mila adalah anak yang cerdas, ini terbukti dari nilai ijazahnya yang nyaris sempurna. Sifatnya yang sederhana, ceria dan tegas menunjukkan bahwa Mila adalah wanita yang mandiri. Ketegasan sifatnya adalah turunan dari ibunya yang lima tahun terakhir ini mengikhlaskan hidupnya menjadi seorang janda, karena sang suami lebih dahulu dipanggil oleh yang Maha Kuasa.

Sehari- hari Ibu Mila bekerja sebagai petani dan juga beternak ayam kampung, kadang-kadang menjahit pakaian kalau ada pesanan jahit untuk menghidupi empat orang anaknya. Anak sulungnya bernama Rahmat Surya yang sedang menepuh pendidikan di salah satu Universitas terkenal yang berada di Egypt. Surya menjadi salah satu yang beruntung mendapat kesempatan belajar di sana berkat beasiswa yang diperolehnya sewaktu bersekolah di MAPK di kota kelahirannya. Anak keduanya bernama Muhammad Adi juga sedang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Program Unggulan. Dan yang terakhir si bungsu Nilam Rahma kelas 5 Madrasyah Ibtidai’yah Negeri (MIN) yang tampil menjadi siswa teladan serta langganan juara umum. Ibu Mila adalah sosok wanita zaman dahulu, namun memiliki pemikiran jauh ke depan. Di saat lingkungannya begitu meremehkan tentang pendidikan, Ibu Mila lah wanita yang begitu tegas menentang hal itu. Hanya sebuah konsep sederhana yang dipakai oleh Ibu Mila bahwa apa yang sedang dirasakannnya sekarang tidak boleh terjadi pada anak-anaknya. 

##Bus terus berjalan menuju tujuan seolah-olah tanpa ada yang bisa memberhentikan kecuali lampu merah. Tangan Mila terus merangkul tasnya, sembari melihat ke luar jendela memperhatikan gugusan pegunungan dan pepohonan hijau yang berbaris dipinggir jalan, menikmati perjalanan pertamanya.

Nak,, Ibu Mila memanggil dengan lembut, sambil menyodorkan botol plastik berisi air putih, minumlah kamu hauskan?? Mila meraih botol itu akan tetapi tidak langsung meminumnya. Buuu,, Mila menatap Ibunya, Bu???, Mila masih ragu dengan semua ini, bagaimana dengan Beasiswa Milaa, Bu??. Akan tetapi Ibu Milaa hanya menatap Mila dengan penuh kasih seolah tidak merisaukan apa yang barusan diucapkan anaknya. Istirahat lah, Nak perjalanan kita masih jauh. Gumam ibunya,, Ibu Milaa pun langsung menyandarkan tubuhnya yang kurus, tubuh yang terbiasa dengan terik matahari, tubuh yang telah bersahabat dengan getirnya kehidupan. Namun kekuatan  tubuh itu adalah kekuatan tubuh seorang Ibu yang sedang mengantarkan anak-anaknya ke pintu Jannah.

# Milaa,, ayo turun nak Alhamdulillah kita sudah sampai. Mila pun tersentak dan menyusap matanya karena dia benar-benar tertidur dalam perjalanan panjang itu. Maaf Pak, Ibu Mila menghampiri salah seorang pedagang di tempat pemberhentian Bus. Pak Saya mau bertanya mobil untuk menuju Desa Papan Tiris dimana ya Pak? Bapak itu dengan sigap menjawab, ibuk naik mobil warna biru itu dan tidak jauh dari sini ibu akan menemukan plang bertuliskan Selamat Datang Di Desa Papan Tiris. Terima kasih banyak jawab ibu Mila, dan mereka pun terus berlalu. Sesaat kemudian, Buuu!! suara Mila mengagetkan ibunya. Itu tulisan Selamat Datang Di Desa Papan Tiris, ayoo kira turun Bu. Ya nak,, jawab ibunya.

Hanya dengan berjalan kaki sejenak dari pemberhentian mobil tersebut Mila dan Ibunya disuguhi sebuah bangunan yang masih menggunakan arsitek perpaduan zaman. Sebuah bangunan sederhana yang kental dengan hawa kenyaman, diapit oleh gunung dan udara yang sejuk. Sebuah papan kecil bertuliskan PONDOK PESANTREN AL HIKMAH.

# Jantung Mila berdegup kencang ketika mengetahui bahwa perjalanan panjang yang dilaluinya dengan ibunya adalah perjalanan menuju sebuah Pondok Pesantren. Tidak pernah terbesit dan terlintas di benaknya bahwa beberapa tahun ke depan dia akan berada disini. Mila meremas-remas ujung jilbabnya sambil meneteskan air mata dan bergumumam dalam hati,, Ibbuuuu??? Apa Milaa akan sekolah di sini, Ibbuu??? Apa Ibu tahu ini tidak Mila inginkan, ini tidak Mila harapkan. Ibuu?? Mila lulusan terbaik, Bu!! nilai ijazah Mila nyaris sempurna Bu,, mengapa Ibuu tega mengirim Mila ke sini??

Terima kasih banyak ya ustad dan ustazah telah mau membantu saya. Ini anak saya Mila Rahma akan bersama ustad dan usdtazah di sini. Tolong bina dan didik dia karena saya tidak bisa sering mengunjunginya kesini. Buuu?? Mila kemudian menarik tangan ibunya ke pojok ruangan meninggalkan ustad dan ustazah tadi. Ibuu?? Apakah Mila akan sekolah di sini, bu? bu daripada di sini lebih baik Mila mengambil undangan beasiswa sama dengan bang Adi. Mila tidak mau di sini, Bu!!

Mendengar rengekan anaknya, Ibu Mila meraih tangan Mila kemudian berusaha merapikan jilbab yang dikenakan Mila. Nak, maafkan Ibu kalau ini menurutmu bukan tempat yang terbaik, bukan tempat pendidikan yang kamu inginkan, akan tetapi inilah tempat yang akan membuatmu melakukan hal yang sama dengan Ibu ketika kelak kamu menjadi seorang ibu. Ibu mencium kening Mila lalu berbisik lembut di telinga anaknya, Ibu pamit pulang nak, jaga dirimu dan agamamu.

# Maaf Pak, nanti saja hubungi saya. Sekarang saya sedang menjadi narasumber Seminar Internasional di Thailand, jawab Surya sembari menutup ponselnya. Selang beberapa saat ponselnya berbunyi kembali, di layar ponsel tertulis "Ibu memanggil", surya bergumam dalam hatinya, ini dari Ibu. Surya anakku, suara yang khas begitu lembut mengalun jauh terdengar. Ya Buu, ada apa Bu, jawab surya. Kapan kamu balik ke rumah?? Dua hari lagi kita akan menghadiri acara adikmu Mila, Mila sudah menyelasaikan kuliah spesialis bedah. Kamu bisa menghadirinya, Nak???

Mila Rahma,, apa yg terjadi?? Sepuluh tahun silam sewaktu ibunya mengantarkan Mila ke salah satu Pondok Pesantren di kota Solo, Mila begitu tidak menginginkannya, apa yang titipan abangnya yang terselip di dalam amplop putih itu?? Hhmmmmm,, sekarang Mila Rahma itu telah bermetamorfosis menjadi Dokter Spesialis Bedah dan seorang Hafizah.
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...