Ditulis oleh Mega Sufriana, MA
ABSTRAK
Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya. Suatu pesan betapa baiknya, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan tersebut bisa jadi ditolak oleh penerima pesan, bahkan bisa mengaburkan maksud materi yang ingin disampaikan. Ilmuan komunikasi menyebutnya dengan the methode is massage. Sehingga kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode dakwah sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat.
I. PENDAHULUAN
Aktifitas dakwah merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan beragama sepanjang waktu. Di dalam al-Qur’an dakwah merupakan kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik dilakukan secara pribadi ataupun dilaksanakan secara kolektif. Dengan demikian eksistensi dakwah bukan hanya sekedar usaha agar orang lain dapat memahami agama dalam kehidupannya, akan tetapi jauh lebih penting dari itu, yaitu; melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh dan konfrehenshif dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mencapai kearah tersebut sudah pasti semua unsur dakwah harus mendapat perhatian serius para juru dakwah. Namun betapapun baiknya sebuah materi, media, audience dan da’inya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dakwah itu sendiri, jika tidak mempergunakan metode, maka ajaran Islam yang dikembangkan akan berada pada tataran pengetahuan bukan pada aspek aplikasi dan pengamalannya.
Juru dakwah dalam upaya merealisasikan tujuan di atas, telah melakukan berbagai usaha dan pendekatan. Dalam bentuk usaha nyata adalah melalui ceramah, diskusi, bimbingan dan penyuluhan, nasehat, keteladanan, atau panutan dan lain-lainnya. Sedangkan pendekatan yang dilalui adalah pendekatan sosiologis, antropologis, psikologis, komunikasi masa dan moderen, dengan berbagai teknik seperti seminar, lokakarya, simposium, sarasehan dan lain sebagainya. Nampaknya ajaran Islam belum memberikan warna kepada penganutnya secara kaffah, bahkan belum terlihat dan didapati kegiatan dakwah yang dilakukan didasari kepada pedoman dan metode dari petunjuk al-Qur’an yang pernah di terapkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw.. baik ketika Nabi berhadapan dengan kaum kafirun Makkah maupun terhadap kaum munafiqun Madinah, ataupun kepada umat Islam secara keseluruhan.
Perspektif dakwah dalam al-Qur’an, tidak hanya sekedar mengatur kegiatan dakwah, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu al-Qur’an memberikan metode tertentu dalam menghadapi masyarakat tertentu pula. Secara umum al-Qur’an telah menuntun Nabi kearah tercapainya sosialisasi ajaran Islam dalam kurun waktu +- 23 tahun. Semua itu didukung oleh metode yang akurat, efektif dan effesien serta berpegang kepada prinsip atau azas metode yang dituturkan oleh Allah Swt. Secara leterlek didalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang persis sepadan dengan istilah metode, namun jika dimaksudkan metode, adalah cara-cara yang diterapkan Allah kepada Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajaran Islam kepada keanekaragaman masyarakat dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang mengintarinya. Karena hampir semua kegiatan dakwah yang tidak mempergunakan metode dalam melaksanakan dakwah kepada masyarakat.
II. METODE DAKWAH DALAM SURAT AL-NAHL 125 DAN MODEL-MODELNYA
Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan . Di dalam bahasa Inggris ditulis dengan method, yaitu: 1. a way of doing anything; mode; procedure, process; epecially, a reguler, orderly devinite procedure or way of teathing, investigating, etc.; 2. Regularity and orderlines in action, thought, or expresion; system in doing thing or hendling ideas; (and) 3. Reguler, orderly arrangement. Dalam Bahasa Arab diterjemahkan dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam hal ini Hendry Van Lear, secara etimologis mengemukakan bahwa metode adalah jalan atau cara melakukan atau membuat sesuatu dengan sistem dan melalui prosedur untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang dimaksud.
Pengertian metode di atas, nampaknya dapat digunakan kepada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Sehigga dapat dikatakan salah satu sarana atau media yang sangat penting untuk menyembatani antara pemikiran yang dimiliki oleh subjek untuk ditransmisikan kepada objek dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam bidang keilmuan, metode selalu berarti cara prosedur dari yang diketahui menuju yang tidak diketahui, dari titik pijak tertentu menuju proposisi-proposisi akhir dalam ilmu yang ditentukan. Dalam ilmu-ilmu normatif metode mengindikasikan jalan menuju norma-norma yang mengatur perbuatan sesuatu. Sehingga dengan demikian metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu, supaya kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil optimal. Atau sebagaimana yang diungkap Ahmad Tafsir, bahwa metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Tepat dan cepat dalam hal ini ukurannya sangat varian sekali, karena sesuai dengan kondisi orang, tempat, materi, media dan sosial-budaya yang mengintarinya.
Dalam berbagai buku ilmu dakwah yang ada, ketika membahas metode dakwah, pada umumnya merujuk kepada surat al-Nahl ayat 125;
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Allahmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allahmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Pada ayat ini bukan hanya berbicara seputar metode dakwah, akan tetapi meliputi faktor-faktor lainnya, yaitu tentang subjek, materi yang disampaikan. Bahkan secara tersirat juga terkandung objek dakwah, karena perintah dakwah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw., maka yang disuruh panggil oleh Allah kepada Nabi adalah umat manusia, namun tidak terlihat pada ayat dimaksud pembicaraan seputar media dakwah, tetapi hal itu bukan mengurangi fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Fakhr al-Din al-Razi (544-606 H) dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini berisikan perintah dari Allah Swt. kepada Rasul Saw. untuk menyeru manusia (kepada Islam) dengan salah satu dari tiga cara; yaitu dengan hikmah, maw’izhah al-hasanah dan mujadalah bil al-thariq al-ihsan. Pendapat yang senada dipertegas oleh Sayyid Quthb, bahwa upaya membawa orang lain kepada Islam hanyalah melalui metode yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Ketiga metode itu disesuaikan dengan kemampuan intelektual masyarakat yang dihadapi, bukan berarti masing-masing metode tertuju untuk masyarakat tertentu pula, akan tetapi secara prinsip semua metode dapat dipergunakan kepada semua lapisan masyarakat.
ABSTRAK
Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya. Suatu pesan betapa baiknya, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan tersebut bisa jadi ditolak oleh penerima pesan, bahkan bisa mengaburkan maksud materi yang ingin disampaikan. Ilmuan komunikasi menyebutnya dengan the methode is massage. Sehingga kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode dakwah sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat.
I. PENDAHULUAN
Aktifitas dakwah merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan beragama sepanjang waktu. Di dalam al-Qur’an dakwah merupakan kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik dilakukan secara pribadi ataupun dilaksanakan secara kolektif. Dengan demikian eksistensi dakwah bukan hanya sekedar usaha agar orang lain dapat memahami agama dalam kehidupannya, akan tetapi jauh lebih penting dari itu, yaitu; melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh dan konfrehenshif dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mencapai kearah tersebut sudah pasti semua unsur dakwah harus mendapat perhatian serius para juru dakwah. Namun betapapun baiknya sebuah materi, media, audience dan da’inya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dakwah itu sendiri, jika tidak mempergunakan metode, maka ajaran Islam yang dikembangkan akan berada pada tataran pengetahuan bukan pada aspek aplikasi dan pengamalannya.
Juru dakwah dalam upaya merealisasikan tujuan di atas, telah melakukan berbagai usaha dan pendekatan. Dalam bentuk usaha nyata adalah melalui ceramah, diskusi, bimbingan dan penyuluhan, nasehat, keteladanan, atau panutan dan lain-lainnya. Sedangkan pendekatan yang dilalui adalah pendekatan sosiologis, antropologis, psikologis, komunikasi masa dan moderen, dengan berbagai teknik seperti seminar, lokakarya, simposium, sarasehan dan lain sebagainya. Nampaknya ajaran Islam belum memberikan warna kepada penganutnya secara kaffah, bahkan belum terlihat dan didapati kegiatan dakwah yang dilakukan didasari kepada pedoman dan metode dari petunjuk al-Qur’an yang pernah di terapkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw.. baik ketika Nabi berhadapan dengan kaum kafirun Makkah maupun terhadap kaum munafiqun Madinah, ataupun kepada umat Islam secara keseluruhan.
Perspektif dakwah dalam al-Qur’an, tidak hanya sekedar mengatur kegiatan dakwah, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu al-Qur’an memberikan metode tertentu dalam menghadapi masyarakat tertentu pula. Secara umum al-Qur’an telah menuntun Nabi kearah tercapainya sosialisasi ajaran Islam dalam kurun waktu +- 23 tahun. Semua itu didukung oleh metode yang akurat, efektif dan effesien serta berpegang kepada prinsip atau azas metode yang dituturkan oleh Allah Swt. Secara leterlek didalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang persis sepadan dengan istilah metode, namun jika dimaksudkan metode, adalah cara-cara yang diterapkan Allah kepada Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajaran Islam kepada keanekaragaman masyarakat dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang mengintarinya. Karena hampir semua kegiatan dakwah yang tidak mempergunakan metode dalam melaksanakan dakwah kepada masyarakat.
II. METODE DAKWAH DALAM SURAT AL-NAHL 125 DAN MODEL-MODELNYA
Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan . Di dalam bahasa Inggris ditulis dengan method, yaitu: 1. a way of doing anything; mode; procedure, process; epecially, a reguler, orderly devinite procedure or way of teathing, investigating, etc.; 2. Regularity and orderlines in action, thought, or expresion; system in doing thing or hendling ideas; (and) 3. Reguler, orderly arrangement. Dalam Bahasa Arab diterjemahkan dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam hal ini Hendry Van Lear, secara etimologis mengemukakan bahwa metode adalah jalan atau cara melakukan atau membuat sesuatu dengan sistem dan melalui prosedur untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang dimaksud.
Pengertian metode di atas, nampaknya dapat digunakan kepada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Sehigga dapat dikatakan salah satu sarana atau media yang sangat penting untuk menyembatani antara pemikiran yang dimiliki oleh subjek untuk ditransmisikan kepada objek dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam bidang keilmuan, metode selalu berarti cara prosedur dari yang diketahui menuju yang tidak diketahui, dari titik pijak tertentu menuju proposisi-proposisi akhir dalam ilmu yang ditentukan. Dalam ilmu-ilmu normatif metode mengindikasikan jalan menuju norma-norma yang mengatur perbuatan sesuatu. Sehingga dengan demikian metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu, supaya kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil optimal. Atau sebagaimana yang diungkap Ahmad Tafsir, bahwa metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Tepat dan cepat dalam hal ini ukurannya sangat varian sekali, karena sesuai dengan kondisi orang, tempat, materi, media dan sosial-budaya yang mengintarinya.
Dalam berbagai buku ilmu dakwah yang ada, ketika membahas metode dakwah, pada umumnya merujuk kepada surat al-Nahl ayat 125;
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Allahmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allahmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Pada ayat ini bukan hanya berbicara seputar metode dakwah, akan tetapi meliputi faktor-faktor lainnya, yaitu tentang subjek, materi yang disampaikan. Bahkan secara tersirat juga terkandung objek dakwah, karena perintah dakwah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw., maka yang disuruh panggil oleh Allah kepada Nabi adalah umat manusia, namun tidak terlihat pada ayat dimaksud pembicaraan seputar media dakwah, tetapi hal itu bukan mengurangi fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Fakhr al-Din al-Razi (544-606 H) dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini berisikan perintah dari Allah Swt. kepada Rasul Saw. untuk menyeru manusia (kepada Islam) dengan salah satu dari tiga cara; yaitu dengan hikmah, maw’izhah al-hasanah dan mujadalah bil al-thariq al-ihsan. Pendapat yang senada dipertegas oleh Sayyid Quthb, bahwa upaya membawa orang lain kepada Islam hanyalah melalui metode yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Ketiga metode itu disesuaikan dengan kemampuan intelektual masyarakat yang dihadapi, bukan berarti masing-masing metode tertuju untuk masyarakat tertentu pula, akan tetapi secara prinsip semua metode dapat dipergunakan kepada semua lapisan masyarakat.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar